Harapan setiap istri di seluruh dunia pada dasarnya sama: ingin selalu dicintai suami hingga akhir hayat, disayangi tanpa cela, tanpa berkurang sedikit pun.
Namun, kenyataannya tidak selalu sesuai dengan harapan. Ekspektasi istri ingin memiliki kisah cinta romantis ala drama Korea, tapi yang didapat kadang sebaliknya.
Dan, bukan kehidupan namanya jika tidak ada ujian. Pun dalam berumah tangga. Tantangan itu pastilah ada, yang salah satunya mengenai kadar cinta suami ke istri yang sifatnya tidak mutlak karena suami hanyalah manusia biasa, bukan robot yang bisa diprogram.
Beberapa kondisi di bawah ini konon menjadi penyebab naik turunnya kadar cinta suami ke istri. Jika bisa melewati, rumah tangga aman. Namun jika tidak bisa, akibatnya bisa fatal.
Kondisi apa saja yang dimaksud? Setidaknya dengan mengetahuinya, setiap istri bisa mengantisipasi harus berbuat apa.
1. Kemapanan bertambah
Sudah banyak yang bilang bahwa cinta istri diuji ketika sang suami belum punya apa-apa sedangkan cinta suami diuji ketika dia sudah memiliki segalanya.
Ketika masih berjuang, wanita yang paling sempurna seolah hanya istri karena yang mau sama sang suami memang hanya istrinya saja, misalnya. Namun, saat sudah mapan dan dielu-elukan, sang suami baru sadar bahwa istrinya bukanlah satu-satunya wanita cantik di dunia ini. Di saat inilah keteguhan hati suami diuji. Apakah ia tetap berkomitmen setia hanya dengan istrinya atau mencoba bermain api di belakang?
Laki-laki yang baik pastilah menghargai istrinya. Dia tidak akan tega dan sampai hati menyakiti hati seseorang yang menemaninya sejak awal perjuangan, bukan saat enaknya saja.
2. Istri belum juga hamil
Istri yang belum juga hamil padahal usia pernikahan sudah lama akankah membuat sang suami menyalahkan istrinya? Atau, dia akan mencoba mencari solusinya bersama-sama? Toh, bisa saja yang bermasalah si suami, bukan istri.
3. Istri hamil dan melahirkan
Bila istri belum juga hamil bisa jadi ujian cinta suami, pun saat istri hamil dan melahirkan. Dua kondisi tsb menyebabkan fisik wanita berubah. Sekalipun dia sudah berolahraga teratur, perbedaan itu tetaplah ada. Apakah suami masih tetap mencintai istri ketika istrinya sudah tidak semenarik dulu? Apakah sang suami bisa tetap setia menunggu istrinya langsing seperti sedia kala? Atau, sebaliknya?
4. Istri stagnan
Sebelum menikah, istri bisa jadi adalah bintang berkilau: cantik, cerdas, idealis, menarik, aktif, & berwawasan. Tapi ketika sudah menikah terlebih punya anak di mana kegiatan sehari-harinya lebih banyak diisi oleh hal-hal seputar urusan domestik, kilau tadi semakin lama semakin redup. Istri bisa jadi sudah lupa jika dulu primadona. Orang-orang sekitar juga lupa bahwa dia dulu lulusan terbaik. Bahkan sang suami juga bisa jadi lupa bahwa dia dulu begitu kagum dengan istrinya yang dinilai sempurna.
Sedangkan suami, alih-alih mengejar karier demi hidup mapan bersama keluarga, kondisinya berkebalikan. Bisa jadi sebelum menikah dia bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa, tapi setelah menikah dia melesat pesat seperti meteor.
Jika GAP tsb tidak segera diatasi, konflik bisa terjadi. Suami merasa istri enggak bisa mengimbangi. Sementara, di luar sana sang suami terbiasa berinteraksi dengan wanita-wanita yang menawan dan penuh pesona.
Namun, sekali lagi, laki-laki yang baik akan memahami pengorbanan istrinya. Baginya sang istri tetap dan selalu berkilau hanya “panggungnya” saja yang berbeda. Suami yang baik justru merasa beruntung karena ia dan anak-anaknya diurus oleh wanita yang dulunya lulusan terbaik dan penuh pesona. Suami yang lakik bangett tidak akan membiarkan GAP tsb terjadi.
5. Istri berubah
Dulu romantis, sekarang cerewet. Dulu muda, sekarang tua. Dulu rapi, sekarang sering berantakan. Suami yang lemah iman akan bermain belakang ketika merasa istrinya sudah berubah.
Sahabat Ummi, dalam sebuah hadits Nabi Muhammad mengatakan bahwa sebaik-baik laki-laki adalah yang paling baik kepada istrinya.
Ketulusan dan kesetiaan itu mahal. Dan, hal itu tidak akan mungkin didapat dari orang yang berjiwa murahan. Laki-laki sejati paham ini.